INILAHCOM, Jakarta - Timnas Indonesia tampil mengecewakan di Piala AFF 2018. Kegagalan timnas hendaknya jadi bahan evaluasi menggarap kompetisi usia muda bukan alasan mencari-cari siapa yang salah.
Indonesia tersingkir di fase grup Piala AFF 2018. Dari empat pertandingan, Tim Garuda hanya bisa mengemas empat poin hasil dari sekali menang, dua kali kalah serta sekali imbang. Di laga terakhir yang sudah tidak menentukan, Indonesia juga tak mampu meraih kemenangan dari Filipina (0-0) di Stadion Utama Gelora Bung Karno (SUGBK), Senayan, Jakarta, Minggu (25/11/2018) malam kemarin.
Kegagalan tahun ini memperpanjang kutukan Indonesia di Piala AFF yang dulunya Piala Tiger, skuad Merah Putih lagi-lagi belum mampu jadi kampiun. Hasil negatif timnas membuat publik menuding harus ada pihak yang bertanggung jawab, mulai dari ketua federasi sampai pelatih.
Bima Sakti yang menangani Timnas Indonesia di Piala AFF 2018 tak menutup mata adanya tekanan terkait performa mengecewakan timnya. Namun demikian, ia berharap publik dan pemangku kepentingan sepakbola Indonesia terus-terusan berkutat pada urusan siapa yang salah.
"Setelah kegagalan ini, saya harap jangan saling menyalahkan, saya yang bertanggung jawab. Hendaknya, para stakeholder atau siapa pun bersama-sama mencari solusi bagaimana memajukan sepakbola Indonesia dan juga timnas," kata Bima Sakti usai laga.
Bima Sakti punya pengalaman kurang bersahabat di Piala AFF baik sebagai pemain maupun pelatih dimana ia tak sekalipun bisa meraih trofi juara.
Berkaca dari kegagalan tahun ini, Bima berharap ada langkah konkrit dari federasi dalam pembinaan pemain usia dini dengan mengadakan kompetisi berjenjang. Bima menambahkan, negara-negara maju sepakbolanya memulai fondasi timnas dari kompetisi kelompok umur.
"Format kompetisi kedepan, kita jangan mau instan. Di Swedia, tahun 1996, contohnya saat saya di Helsingborgs semua tim mulai dari U-16, U-19 tim senior bermain bersama di akhir pekan. Mereka punya tim muda. Kedepannya, pembinaan usia dini harus diperhatikan karena sebagai fondasi tim nasional di masa depan."
"Contohnya, saya pernah bertemu pelatih timnas Jepang U-19, dia mengatakan untuk mempersiapkan tim butuh tujuh tahun, enam tahun mereka dibina di akademi."
"Sayangnya di usia dini indonesia belum ada kompetisi. Febri punya kecepatan tapi tidak tahu kapan harus mengoper bola karena di diklat tidak ada kompetisi. Riko (Simanjuntak) untungnya bermain futsal, awalnya cepat karena sering mengejar layangan. Saya menanyakan Egy U-19 di hanya berlatih di Ragunan dan Andre U-16 ikut tarkam di Tangerang," ia memungkasi.
Baca Kelanjutan Timnas Gagal, Saatnya Evaluasi Pembinaan Usia Muda : https://ift.tt/2PYoe0FBagikan Berita Ini
0 Response to "Timnas Gagal, Saatnya Evaluasi Pembinaan Usia Muda"
Posting Komentar