REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Manchester City menjadi sorotan ketika dijatuhi hukuman larangan tampil di kompetisi Eropa selama dua musim ke depan oleh UEFA terkait Financial Fair Play (FFP). Selain itu, mereka juga diwajibkan membayar denda 30 juta euro, setelah sebelumnya diminta 100 juta euro.
Analis sepakbola Sportskeeda, Sourya Chowdury menuliskan, masalah yang dialami City berkaitan erat dengan budaya sepakbola modern karena bergantung pada gelontoran dana besar.
Manchester City dianggap terkena apes ketika dinyatakan bersalah membuat laporan keuangan palsu setelah taipan asal Arab Emirat, Sheikh Mansour mengambil alih City pada 2008 silam.
Financial Fair Play jadi momok menakutkan bagi sejumlah klub di Eropa. Berikut daftar para pesakitan dan hukuman yang menjerat mereka dalam kurun kurang lebih 10 tahun terakhir. pic.twitter.com/TlGdCl7AWu
— Football Tribe 🇮🇩 (@FootballTribeID) February 18, 2020
Sejak saat itu, City menjadi salah satu tim yang paling diperhitungkan di Inggris hingga seantero Benua Biru. Empat trofi Liga Primer, pelatih papan atas hingga sederet pemain bintang menghiasi ruang ganti Manchester Biru.
Uang tak dapat dipungkiri memang menjadi nyawa sebuah klub sepakbola. Bahkan ketika Leicester City meraih gelar Liga Primer musim 2015/16 meski dianggap kerdil pun dimiliki oleh perusahaan raksasa asal Thailand, King Power.
Selain itu Liverpool, tim yang dinilai sedang berada di atas angin pun tak luput dari kucuran dana deras. Perusahaan asal Amerika Serikat, Fenway Sports menjadi penyokong utama The Reds hingga mampu meraih piala Liga Champions musim lalu.
Itulah mengapa UEFA membentuk FFP sebagai salah satu regulasi. Pasalnya, peraturan itu mencegah rusaknya kualitas kompetisi karena kondisi antarklub yang timpang. Istilah yang disebut 'Doping Finansial' ini yang sedang dilawan oleh federasi sepakbola Eropa tersebut.
'Peniup Peluit' atau 'Whistleblower' pun menjadi peran penting setelah The Football Leaks mengirim dokumen pada media asal Jerman, Der Spiegel untuk diinvestigasi. Muaranya adalah UEFA menyatakan Manchester City bersalah.
Pihak Manchester City enggan diam, mereka menempuh jalur hukum lewat Pengadilan Arbritase untuk Olahraga untuk mengajukan banding atas sanksi UEFA. Pihak City beralasan, kucuran dana dilakukan untuk mendongkrak prestasi klub.
Jika banding diterima pengadilan, bukan tidak mungkin anggota UEFA yang berada di balik FFP akan berbalik dinyatakan bersalah. Apabila itu terjadi, maka FFP tidak akan berlaku lagi. Dampaknya, bukan tidak mungkin satu tim dapat tiba-tiba berprestasi. Di satu sisi, jurang klub sepakbola kaya dan yang miskin semakin dalam.
"sepak" - Google Berita
February 19, 2020 at 02:47PM
https://ift.tt/2wx9exT
Sepak Bola Modern dan Lahirnya Financial Fair Play - Republika Online
"sepak" - Google Berita
https://ift.tt/2SP8xJg
Shoes Man Tutorial
Pos News Update
Meme Update
Korean Entertainment News
Japan News Update
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Sepak Bola Modern dan Lahirnya Financial Fair Play - Republika Online"
Posting Komentar