TEMPO.CO, Jakarta - Kekhawatiran terakhir datang dari kumpulan dokter pemerhati Liga Inggris dan sudah disampaikan kepada komite kesehatan di liga itu tentang kecemasan kalau liga mau dilanjukan lagi dengan nama Restart Project. Kekhawatiran atas situasi yang diprediksi belum akan aman dari dampak virus corona, bahkan sampai tahun depan.
Sebelumnya suara keprihatinan datang dari para mereka para kru yang akan terlibat di stadion-stadion yang akan dijadikan tempat netral untuk ide melanjutkan lagi Liga Primer Inggris 2019-2020. Mereka luput dari perhatian ketika para pemain, ofisial tim, dan wasit mendapat porsi perhatian utama untuk tes virus corona dan pelaksanaan prosedur keamanan kesehatan yang wajib dikenakan kepada mereka.
Manajer Chelsea, Frank Lampard, juga bersuara lain dengan bosnya, salah satu direktur klub berjuluk the Blues, yang ikut dalam pertemuan 20 klub Liga Primer terakhir yang berlangsung pada Jumat 1 Mei 2020.
Berbeda dengan 20 eksekutif klub Liga Primer Inggris yang menegaskan komitmen mereka terhadap Proyek Restart Liga Primer Inggris 2019-2020, Lampard bersikap setengah hati menanggapi gagasan melanjutkan kembali liga yang memasuki sembilan sampai 10 pertandingan terakhir.
Lampard mengatakan apakah para pekerja kesehatan yang berada di garis depan dalam memerangi pandemi virus corona memperoleh akses yang sama dengan para pemain Liga Primer Inggris dalam mendapatkan tes virus corona secara lengkap dan mendetail.
Lampard berbicara mengenai kesetaraan dan empati bahwa ada yang peristiwa yang lebih besar sedang terjadi di luar sepak bola yang butuh mendapat perhatian lebih besar.
Suara pemain seperti Sergio Aguero, mesin gol gaek dari Manchester City, juga patut diangkat lagi ketika mereka bisa saja aman, tapi bagaimana ketika mereka pulang dan bertemu dengan anak-istri.
Ketika Liga Primer Inggris didirikan pada 1992, sebagai revitalisasi kompetisi divisi tertinggi di Liga Inggris, kemungkinan tak terbayangkan mereka kemudian bisa tumbuh menjadi gurita raksasa dalam industri sepak bola modern.
Sekarang Liga Primer Inggris tak ubahnya perusahaaan multinasional. Banyak kepentingan dan tarik-menarik di dalamnya. Kecemasan kepada kebangkrutan dan ketiadaan usaha untuk menego kontrak dengan jaringan stasiun televisi –hal yang tak terpisahkan dalam sepak bola modern- dengan kompensasi siaran untuk musim depan tampaknya mengarah pada satu tujuan: bagaimana pun caranya sembila laga terakhir untuk masing-masing 20 klub itu harus dituntaskan.
Padahal virus corona tak sesederhana yang dibayangkan sejak awal. Melanjutkan liga hanya akan melahirkan komedi gelap dalam sepak bola: pergantian pemain sampai lima kali, pemain tampil pakai masker dan topeng, satu babak bisa dikurangi dari 45 menit.
Pandemi virus corona yang menghantam secara dahsyat di dunia tidak serta-merta mengembalikan sepak bola kepada sifat dasarnya, yaitu permainan sportivitas untuk menerima hasil menang dan kalah.
Pada saat seperti itu, fakta bahwa Liverpool sudah unggul 25 poin di puncak klasemen divisi tertinggi Liga Inggris pada sembilan pertandingan terakhir tereduksi hanya sebuah data di tengah ambisi menggelar lanjutan Liga Primer Inggris yang tidak realistis.
"sepak" - Google Berita
May 06, 2020 at 12:48PM
https://ift.tt/3foi16V
Catatan: Liga Inggris, Corona, dan Matinya Sepak Bola Akal Sehat - Tempo
"sepak" - Google Berita
https://ift.tt/2SP8xJg
Shoes Man Tutorial
Pos News Update
Meme Update
Korean Entertainment News
Japan News Update
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Catatan: Liga Inggris, Corona, dan Matinya Sepak Bola Akal Sehat - Tempo"
Posting Komentar