Search

Virus Corona, Revitalisasi Sepak Bola, dan Kisah Leicester-Bilbao - Tempo.co

TEMPO.CO, Jakarta - Ketika industri sepak bola semakin menggila; sewaktu kejuaraan bola yang sangat populer dan kelasnya hanya sedikit di bawah Piala Dunia, yaitu Piala Eropa atau Euro, hendak digenjot kepopulerannya di 12 negara pada pergelaran 2020, datanglah pandemi virus corona.

Virus ini juga datang tak lama setelah Manchester City dihukum badan sepak bola Eropa, UEFA, yaitu dilarang ikut Liga Champions dan Liga Europa, selama dua tahun mulai musim kompetisi mendatang, 2020-2021. Dasarnya adalah dakwaan bahwa City melanggar aturan Financial Fair Play dari UEFA.

Aturan Financial Fair Play ini melarang klub profesional melakukan pengeluaran atau investasi lebih besar dari pemasukan yang mereka peroleh, dalam usaha mengejar kesuksesan.

City dinyatakan memanipulasi aturan itu antara 2012 dan 2016 untuk bisa membesar timnya setelah kepemilikan timnya dibeli oleh Abu Dhabi United Group pada 2008.

Di tengah badai virus corona yang menghantam semua kompetisi dalam naungan UEFA dan  kejuaraan di bawah kendali badan sepak bola dunia, FIFA, belum terdengar kabar apakah banding City yang diajukan kepada Pengadilan Arbitrase Olahraga di Lausanne, Swiss, terhadap hukuman yang dijatuhkan UEFA itu, diterima atau ditolak?

Yang membela City menuduh regulasi yang diatur dalam Financial Fair Play dan mereka yang berada di balik keputusan UEFA menghukum City itu adalah para klub raksasa di Eropa yang sudah lama bercokol dan tak ingin adalah klub baru yang menembus komunitas elit mereka.

Daftar keuntungan atau kekayaan para klub elit itu mendominasi media bahkan ketika virus corona memasuki awal pandeminya.

Jika tidak ada pandemi virus ini, mungkin ada sebuah rekayasa pernyataan sebagai berikut, “Jangan sering-sering ada cerita dongeng seperti saat Leicester City menjadi juara Liga Primer Inggris 2015-2016 dalam industri sepak bola.”

Sukses Leicester waktu itu dianalogikan dengan dongeng Cinderella. Salah satu pemainnya yang masih aktif sekarang, Jamie Vardy, bahkan berasal dari pemain amatir, yang nilai transfernya sangat tidak bisa dibandingkan dengan misalnya, Paul Pogba.

Kini, ketika pandemi virus corona sudah meluluhlantakkan industri sepak bola, berbagai kalkulasi kerugian besar diketengahkan, menyangkut soal revisi masa durasi kontrak pemain, kontinuitas besaran gaji, aturan darurat soal jendela transfer, dan kerugian yang kira-kira akan dialami para klub kaya-raya itu.      

Seandainya Aston Villa dan bukan Manchester City yang menang pada final Piala Liga Inggris 2019-2020 itu, sudah ada cerita Cinderella lainnya. Villa sudah pasti terdegradasi dari Liga Primer Inggris musim ini, jika pandemi virus corona tidak mendadak datang untuk membuyarkan semua kepastian dalam sepak bola itu.

Villa nyaris mengikuti jejak Wigan Athletic yang pada beberapa musim sebelumnya memenangi Piala Liga Inggris sebelum terdegradasi dari Liga Primer. Pelatihnya, Roberto Martinez, yang kini menangani tim nasional Belgia.

Soal uang atau investasi adalah segala-galanya dalam sepak bola ini, selain ada arus lain yang bisa melawan seperti Leicester City pada 2015-16 dan nyaris Aston Villa di Piala Liga Inggris musim ini, adalah Athletic Bilbao.

Di Liga Spanyol, Bilbao adalah salah satu contoh anomali dan sebuah sikap keras kepala di tengah arus utama industri sepak bola modern. Mereka berjuang bertahan di divisi tertinggi La Liga atas dasar jati diri bangsa Basque dan karena itu mementingkan pemain lokal. Mereka bisa terhindar dari kerugian karena dampak dari pandemi virus corona ini, dengan sejak awal melakukan penghematan.  

Pandemi virus corona ini mungkin akan mengerem dari semua usaha maksimalisasi atas nama dana dan keuntungan itu. Putaran final Euro mungkin tidak lagi di banyak negara, belajar dari mewabahnya virus ini. Mungkin, cukup tuan rumah dua negara seperti yang sudah terjadi sebelumnya di Belanda-Belgia, Austria-Swiss, dan Polandia-Ukraina.

Ide Piala Dunia yang dinaungi FIFA akan digelar di sejumlah negara di kawasan Asia Tenggara, mengikuti jejak tuan rumah bersama Korea Selatan-Jepang, mungkin tidak akan dimunculkan lagi.

Sepak bola, kata Johan Cruyff, adalah sebuah permainan kesalahan dan ketidakpastian. Pandemi virus corona ini mungkin sebuah berkah  tidak diharapkan yang datang untuk merevitalisasi kembali sepak bola agar tidak terlalu bersifat industri dan bersifat pasti serta  memberi lebih banyak peluang kepada tim-tim model Leicester City dan Athletic Bilbao. Mereka yang berjuang bertahan dan meraih sukses dengan ideologi selain kekuatan uang dan investasi.

Let's block ads! (Why?)



"sepak" - Google Berita
March 18, 2020 at 12:12PM
https://ift.tt/3b4yNVJ

Virus Corona, Revitalisasi Sepak Bola, dan Kisah Leicester-Bilbao - Tempo.co
"sepak" - Google Berita
https://ift.tt/2SP8xJg
Shoes Man Tutorial
Pos News Update
Meme Update
Korean Entertainment News
Japan News Update

Bagikan Berita Ini

Related Posts :

0 Response to "Virus Corona, Revitalisasi Sepak Bola, dan Kisah Leicester-Bilbao - Tempo.co"

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.