TEMPO.CO, Jakarta - Dapatkah Liga Primer Inggris dan liga-liga lain di Eropa serta di belahan dunia lainnya sepenuhnya menyelesaikan musim ini, meski berlangsung tanpa penonton?
Sebagian berpendapat secara pesimistis, mengingat perkiraan perasaan traumatis yang ditinggalkan jika pandemi virus corona ini kelak akan berlalu. Perasaan itu diperkirakan tidak akan bisa hilang dalam waktu cukup dekat.
Tanda-tanda ke arah itu, misalnya, terlihat dari cerita yang diungkit lagi ketika sekitar tiga ribu suporter Atletico Madrid dari Spanyol mendatangi Kota Liverpool, Inggris, Kamis, 12 Maret 2020. Mereka menonton -atau sebagian minimal meramaikan kawasan bar dan restoran di sekitar stadion- langsung di Stadion Anfield, dalam laga kedua babak 16 besar Liga Champions Eropa.
Bukan kekalahan 2-3 Liverpool FC, setelah kalah 0-1 di Wanda Metropolitano, Madrid, yang sangat disesali warga Liverpool. Tapi, bahwa para suporter Atletico itu pergi ke Liverpool, ketika kota mereka, Madrid, sebagaimana di sejumlah kota di Spanyol lain saat itu, kabarnya sudah dinyatakan ditutup untuk mencegah penyebaran virus corona.
Apakah sebagian di antara mereka, ada yang membawa bibit virus? Itu yang dibahas dengan perasaan waswas.
Pertadingan di Stadion Anfield pada 12 Maret 2020 itu berlangsung beberapa waktu sebelum pandemi virus corona kemudian membuat pemerintahan Inggris melakukan tindakan serius untuk mencegahnya. Dan, kemudian Liga Primer Inggris dihentikan sementara waktu.
Laga derby Merseyside melawan Everton yang akan berlangsung setelah Liverpool gagal mempertahankan gelarnya di Liga Champions ditunda. Demikian partai berikutnya, Liverpool menjamu Crystal Palace.
Padahal, Liverpool hanya butuh dua kemenangan lagi untuk memastikan merebut gelar juara divisi tertinggi Liga Primer Inggris untuk pertama kali setelah 30 tahun.
Liga Primer Inggris tadinya ditunda sampai 4 April, tapi kemudian diperpanjang minimal sampai 30 April. Tapi, belum ada jaminan pandemi virus corona itu akan musnah pada saat itu.
Dan, ada sebagian yang “gila” berpikir bahwa meski mereka yang sudah dinyatakan sembuh dari virus diperbolehkan bermain lagi, tapi ada keengganan untuk beberapa waktu buat lawan, tim pelatih, dan ofisial lainnya untuk berhubungan secra dekat. Padahal dalam sepak bola, kontak badan tak terhindarkan.
Sudah ada penegasan Liga Primer Inggris dan liga-liga lainnya musim ini akan diselesaikan di stadion-stadion tanpa penonton, sebuah satu musim mungkin tidak akan pernah berjalan ideal lagi. “Sepak bola tanpa penonton, ibarat mendengar pentas musik band tanpa suara bass,” tulisannya seperti itu muncul, selain kiasan yang sudah klasik bahwa suporter yang hadir di stadion ibarat pemain ke-12 dalam tim. Itu sebabnya Virgil van Djik sudah bilang beberapa waktu lalu alangkah sedihnya jika ia nantinya merayakan suksesnya bersama Liverpool memenangi Liga Primer Inggris di sebuah stadion yang sepi.
Jika pemain untuk sementara waktu khawatir terlalu dekat dengan lawan –orang lain adalah neraka kata Jean-Paul Satre- mungkin sepak bola akan kembali ke merek khas Inggris tempo dulu, yaitu kick and rush tapi tanpa scrimage di depan gawang lawan untuk menghindari kerumunan massal.
Setelah pandemi virus corona ini, Liga Primer Inggris, Seri A Liga Italia, La Liga Spanyol, Bundesliga Jerman, Ligue 1 Prancis, Eredivise Belanda, dan liga-liga terkemuka lainya di Eropa serta dunia untuk musim kompetisi 2019-2010 ini hampir pasti tidak akan tuntas secara ideal. Seperti sebuah pramusim untuk menyongsong musim kompetisi yang sebenarnya, bisa tahun depan, bisa juga tahun berikutnya.
"sepak" - Google Berita
March 23, 2020 at 03:25PM
https://ift.tt/2J6YzwJ
Corona, Liverpool, Liga Primer Inggris, dan Matinya Sepak Bola? - Tempo
"sepak" - Google Berita
https://ift.tt/2SP8xJg
Shoes Man Tutorial
Pos News Update
Meme Update
Korean Entertainment News
Japan News Update
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Corona, Liverpool, Liga Primer Inggris, dan Matinya Sepak Bola? - Tempo"
Posting Komentar